Friday, August 1, 2008

Izin Pertandingan Home Persija

Saya menyatakan simpatik atas kasus yang menimpa Persija Jakarta saat ini. Walaupun saya bukan pencinta Persija, bukan anggota The Jak, dan bukan orang Jakarta asli. Dan walaupun saya orang yang paling tidak setuju 1.000% dengan Liga Super, namun untuk kasus ini, perlu memberi pelajaran kepada pihak-pihak lain, untuk melihat kasus Persija ini secara jernih. Persija harus bisa menggunakan Gelora Bung Karno (GBK) sebagai Home Basenya untuk Liga Super 2008-2009.

Untuk "melawan" kondisi ini, The Jak atau Persija harus melakukan langkah-langkah taktis. Ada beberapa usulan yang perlu dibangun adala :

1. Membangun opini media.
Persija perlu mengundang media yang bersuara keras namun elegan untuk diajak diskusi tentang permasalahan yang ada. Tapi sebelumnya perlu kajian dulu untuk memperkuat alasan-alasan yang ingin dijadikan opini. Selama ini yang ada hanya komentar-komentar baik dari pengurus maupun komentator.

2. Melakukan pembangkangan secara halus, yaitu mengancam mengundurkan diri.
Jika tidak dibolehkan untuk menjadi tuan rumah di rumah sendiri, apa artinya kompetisi ini. Barangkali lebih baik mengambil home base di Singapura saja sekalian.

3. Membuat kajian-kajian strategis
perlu diperkuat alibi bahwa, kerusuhan yang pernah terjadi itu karena pertandingan yang bukan dilaksanakan oleh Persija, artinya Persija menjadi tamu. Sebagai contoh waktu kasus melawan Persipura dalam musim lalu, yang jadi Tuan Rumah adalah BLI, Persija hanya menjadi tamu, Jadi Persija tidak bisa disalahkan. Makanya disini perlu dibikin kajian dan data bagaimana kalau Persija dan The Jak yang menjadi tuan rumah? apakah ada kerusuhan?

Terkait juga dengan kasus Persipura perlu juga dicari dalilnya bahwa kerusuhan itu terjadi karena desain pertandingan yang dibuat oleh BLI dan PSSI sendiri, dimana pertandingan itu adalah pertandingan hidup mati yang harus ada pemenang, sementara yang kalah terkubur peluangnya. Sementara untuk kali ini, Persija menggunakan Home Base untuk Kompetisi, dimana persoalan kalah dan menang tidak menjadi terkubur peluangnya.

Kemudian, yang perlu digemborkan adalah ketidakbecusan BLI menyusun Jadwal. Untuk Jakarta yang menggunakan GBK diadakan pertandingan pada hari kerja. Dengan jadwal ini dipastikan akan ada keributan atau puncak keramaian. Karena sekitar GBK itu banyak gedung-gedung kantor. Hal ini juga harus menjadi bagian dari Advokasi Persija dan The Jak. Kenapa BLI tidak membuat jadwal untuk Persija bertanding di GBK pada hari Minggu atau hari libur. Ini berbeda jika PSMS Medan yang bertanding di GBK.

Yang terakhir adalah The Jak, Panpel Persija perlu membuat Standar Operasional dan Prosedur (SOP) internal sendiri tentang pengamanan. The Jak dan Persija harus punya petugas keamanan sendiri, yang dibantu oleh kepolisian. Hasil SOP keamanan itu di koordinasikan dengan aparat keamanan dan dilaksanakan bersama. Dan dengan SOP ini, bisa dilihat siapa yang bertanggungjawab jika ada kerusuhan atau kejadian yang tidak diinginkan

Dengan SOP peran The Jak untuk pengamanan lebih besar sehingga mereka lebih bertanggung jawab terhadap timnya yang didukungnya. Mereka tidak lagi dijadikan sebagai objek pengamanan namun juga menjadi subjek dari keamanan itu sendiri.

Dari kasus ini kita dapat melihat, bahwa BLI, PSSI atau kita sendiri belum siap untuk berkompetisi. Untuk itu, Persija dan The Jak membuat tim advokasi untuk menyelesaikan masalah ini. Ini lebih taktis dan strategis dari pada perang opini di media yang tidak akan selesai.

1 comment:

Unknown said...

boleh juga idenya bung,..
salam kenal

 
© 2008 free template by kangrohman modification by agungwasono