Saturday, August 30, 2008

Kata-kata yang Memakan Korban Lagi (2)

SAKIT HATI MELIHAT FINAL PIALA KEMERDEKAAN

Belum habis rasa tidak percaya dengan kejadian Sriwijaya Air, ada lagi kejadian yang tidak mengenakkan yang terjadi.

Ceritanya begini....

Jumat pagi kemarin, 29 Agustus 2008, aku di telp teman yang dulu aktif mengelola Liga Sekolah Sepakbola di Padang. Dia mengajak menonton Pertandingan Final Sepakbola Piala Kemerdekaan di Gelora Bung Karno.

Dengan spontan waktu itu aku menolak, dengan alasan malas dan takut sakit hati. Kurang lebih kata-katanya begini,"Maleh mah, beko sakik hati manontonnyo". artinya kurang dalam bahasa gaul sehari-hari "Malas ah, yang ada ntar sakit hati lagi nontonnya". Trus dia bilang, "ah tiketnya cuma Rp. 20.000,-". Aku jawab,"ini bukan masalah harga tiket bos, sakit hati ga bisa dihargai dengan uang." Akhirnya dia maklum, karena dia tau kalau aku sangat tidak respek dengan sepakbola Indonesia saat ini, walaupun aku adalah "orang bola".

Awalnya aku berfikir kenapa malas nonton, karena ga enak nonton bola dengan stadion kosong dan tim-tim yang bertanding juga ga berkelas. Selain itu salah satu bentuk protes dan boikot terhadap sepakbola nasional. Dengan menonton, menurut aku kita menyetujui sepakbola Indonesia diurus dengan cara seperti sekarang ini, dan setuju Nurdin Halid tetap jadi Ketua Umum.

Trus apa yang terjadi.
Jumat malam, pada perebutan tempat ketiga antara Indonesia B melawan Myanmar U23, pertandingan hanya berakhir 1-0 untuk Indonesia B. Gol nya pun "gol nyasar" ga ada indahnya sama sekali. Sementara 2x45 pertandingannya sangat membosankan. Banyak yang salah oper, passing bola tidak terarah. Sangat tidak layak untuk pertandingan tim Nasional Masa depan. Ini mungkin sakit hati yang pertama kalau nonton di stadion.

Yang lebih parah adalah pada pertandingan kedua. Antara Tim Nasional Senior Indonesia melawan Tim Libya U23. Pada Babak I, Indonesia sudah ketinggalan 0-1. Babak Kedua pertandingan tidak ada lagi karena Libya mogok bertanding. Hal ini karena terjadi insiden yang pemukulan oleh salah seorang asisten pelatih tim Indonesia terhadap pelatih Tim Libya di lorong kamar ganti pada saat istirahat.

Kalau kejadiannya begitu, siapa yang tidak sakit hati kalau nonton ke GBK. berharap disugukan pertandingan menarik tapi tidak didapat. Kemudian Tim Nas Senior menang, namun ternyata mereka kalah di Babak Pertama, Sementara berharap pertandingan 2x45 menit, ternyata Babak Kedua tidak ada. Dan terakhir, hadirlah juara semu Tim Senior Indonesia, dengan bangganya mengarak piala. Padahal mereka tidak menang.

Yah.. kenapa bisa omongan spontan kembali menjadi kenyataan ya.

Ada apa ini....??
Selengkapnya...

Thursday, August 28, 2008

Kata-kata yang Memakan Korban Lagi

Tadi malam habis pulang dari kantor sekitar jam 10an malam, aku stel TV ada berita tentang kecelakaan Sriwijaya Air.

Melihat kejadian itu jadi teringat Kasus Adam Air. Dua hari sebelum Adam Air hilang di Majene awal tahun 2007 yang lalu, aku berencana pulang ke Padang, Karena keusilan aku dengan searching harga tiket di internet, akhirnya dapat tiket yang paling murah dengan Adam Air berangkatnya jam 06.20. Aku nyampe di Bandara Soekarno Hatta kurang dari jam 6 pagi. Logikanya, masih ada waktu donk. Tapi si petugas tidak mau lagi nerima dengan banyak alasan, dan aku di pingpong kesana kemari. Akhirnya masuk satu ruangan yang katanya manager in charge, setelah menunggu lebih 20 menit disana. baru disamperin oleh petugasnya. Waktu itu sudah menunjukkan jam 06.25.

Aku ditanya mau kemana?
Aku jawab "Mau ke Padang".
Trus langsung dia bilang, "Udah full pak, adanya penerbangan terakhir jam 17.00 itu pun ada penambahan biaya hampir satu juta"

Aku bingung. Dalam hati aku bertanya, "Hebat banget nih petugas, bisa tau seat masih tersedia atau tidak dan dengan santainya bilang nambah hampir satu".

Padahal waktu itu harga tiket ekonomi paling mahal ke Padang belum sampai 1 juta.

Akhirnya aku tanya, "Apakah bisa gw bisa ga berangkat dengan penerbangan berikutnya?"

Jawabannya masih tetap bertele-tele.

Aku bilang lagi, "Kalau memang tidak bisa, bilang dari tadi, supaya gw ga kehilangan waktu untuk mencari penerbangan lain".

Dengan kesal gw bilang ke petugas itu : “Kalau begini caranya, saya sumpahin pesawat anda jatuh”.

Trus tiket itu aku remas dan aku banting di hadapan dia. Trus aku berlalu, dan mencari penerbangan lain. Akhirnya dapat Garuda untuk siang harinya.

Malam hari pada tanggal 1 Januari 2007 itu aku nonton TV di rumah di Padang dan mendengar berita kalau pesawat Adam Air hilang. Langsung aku terhenyak dan merinding sekujur tubuhku. Aku tidak habis pikir, kenapa bisa terjadi? Padahal aku tidak pernah marah-marah seperti kejadian di Adam Air pagi itu sebelumnya. Aku sudah sangat sering kecewa dengan Lion Air waktu sering pulang setiap weekend. Tapi tidak pernah emosi begitu.

Nah, untuk kasus Sriwijaya Air (SJ) kemarin, pertengahan bulan Agustus kemarin aku ke Kupang dengan menumpang SJ. Dalam penerbangan itu aku baca majalah Sriwijaya yang tersedia di kursi pesawat itu. Majalah itu memang majalah yang isinya tentang SJ. Di halaman awal, ada sambutan dari Direktur Utama SJ. Disitu ditulis dengan sangat percaya diri, Dirut SJ mengatakan bahwa SJ adalah satu-satunya penerbangan domestic yang tidak pernah mengalami kecelakaan. Waktu itu aku bilang kepada orang yang duduk di sebelahku, “Wah, ini alamat tidak bagus nih. Terlalu percaya diri nih Dirut. Biasanya kalau begini ga akan lama akan terjadi sesuatu.” Orang itu menanggapinya dengan santai karena dia orang Kupang, dan sudah biasa naik SJ. Dia bilang, “ya kalau saya memilih SJ karana cuma SJ yang kasi makanan walaupun snack. Kalau Lion, Mandala dan Merpati cuma air mineral saja". Setelah itu gw juga sempat nervous juga ketika akan mendarat di El Tari, Pesawat digoncang oleh angin Australia sehingga jalannya pesawat tidak stabil. Untung tidak terjadi apa.

Namun setelah menyaksikan berita tadi malam, aku teringat dengan ucapanku di pesawat SJ itu. Kenapa ya? aku bisa ngucapin itu secara spontan saja. Apa mungkin aku harus menjaga ucapanku ya?

Apakah ini anugrah atau cobaan buatku agar lebih hati-hati kalau bicara?

Hiiiiii takut….!
Selengkapnya...

Saturday, August 23, 2008

Membangun Sepakbola Indonesia Masa Depan

Keberadaan Arsenal Football School Di Tangerang dan Real Madrid Football School Rencana Di Pulau Bali tidak akan berbuat banyak untuk perkembangan sepakbola masa depan yang terpadu. Kedua Football School itu hanya pengembangan sayap bisnis mereka saja dan tidak ada hubungannya dengan pembangunan sepakbola Indonesia masa depan. Yang ada hanya pencetak pemain yang syukur-syukur digunakan oleh Arsenal dan Real Madrid.

Secara teori, sistem pembinaan yang paling baik itu adalah Kompetisi. Sekarang coba kita liat, apakah ada kompetisi di Indonesia. Jika Indonesia terlalu besar, kita perkecil ke tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota. Apakah kita punya kompetisi yang permanen, lancar, kompetitif dan teratur? Belum lagi kalau ditanyakan apakah ada kompetisi dari kelompok umur paling bawah misalnya dari usia 12 tahun. Jawabannya adalah AMAT SANGAT TIDAK ADA!! Dengan jawaban itu kapan kita bisa berharap akan muncul sepakbola dan pemain sepakbola yang handal? Yang terlihat hanyalah sistem yang instant dan biaya besar seperti tim U17 di Uruguay sekarang, yang hanya mengulangi kesalahan dari PSSI Pratama, Garuda I, Garuda II, Primavera dan Baretti.

Memang ada Danone dan lain-lain membuat turnamen kelompok umur, tapi itu sifatnya temporer dan hura-hura saja. Tidak ada kontribusinya untuk kemajuan sepakbola di Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan bahwa Danone sudah berkiprah dari tahun 2002, berarti sekarang sudah 6 tahun. Artinya juga, jika hasil Danone itu bagus, Tim Indonesia Usia 16 s/d 18 tidak akan jadi bulan-bulanan negara lain dalam turnamen resmi.

Dengan tidak adanya kompetisi yang rutin, ketat dan teratur dari Umur 12 tahun, bagaimana kita bisa memberikan pengalaman tanding secara resmi kepada calon-calon pemain masa depan. Seorang pemain atau calon pemain masa depan itu punya standar minimal kuantitas mereka bertanding resmi secara teratur dan terjadwal.

Contohnya, pertanyaan yang bisa dimunculkan adalah berapa kali Bambang Pamungkas bermain dalam pertandingan resmi dari usia 12 tahun. Belum lagi pertanyaannya berapa gol yang sudah diciptakan, asist yang pernah diberikan, kartu kuning atau kartu merah yang didapat. Dengan tidak ada data itu bagaimana kita bisa menjual pemain keluar negeri? Wajar sekali kalau pemain kita tidak punya nilai jual di luarnegeri, selain karena memang secara kualitas tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Kesimpulan dari paparan diatas adalah : yang dibutuhkan saat ini adalah adanya Kompetisi kelompok umur dari 12 tahun sampai 18 tahun. Tidak perlu scopenya terlalu besar untuk seluruh Indonesia, dimulai dulu misalnya di DKI Jakarta atau Jabotabek. Dibuat Kompetisi antar SSB yang ada di Jabotabek dengan Kompetisi yang teratur, permanen dan jangka panjang. Bukan turnamen yang 15 hari habis, tapi betul-betul kompetisi yang selesai dalam 1 tahun.

Kemudian dari kompetisi itu direkam database masing-masing anak-anak calon pemain masa depan itu. Sehingga waktu mereka sudah dewasa, mereka punya track record yang bisa digunakan secara profesional.

Jika cara ini dilakukan akan mengatasi beberapa kendala selama ini ada yaitu :
1. Pemain Indonesia masa depan akan lahir dari kompetisi yang ketat, bukan pemain yang instant.
2. Pemilihan pemain nasional akan lebih fair karena dipilih dari hasil kompetisi dan publik melihatnya. Tidak asal comot berdasarkan rekomendasi dari sana-sini.
3. Pemain yg lahir akan merupakan pilihan terbaik termasuk dari segi mental dan kelakuan. Karena persaingan yang ketat, maka mereka tidak manja dan bertingkah yang aneh-aneh seperti sekarang.
4. Akan ada data pemain yang akurat yang ini bisa dimanfaatkan oleh klub-klub profesional untuk merekrut pemain dan juga berguna bagi jurnalist untuk memperkaya liputan.
5. Dengan kompetisi ini, selain melahirkan pemain, juga pendukung lainnya akan menjadi terasah kemampuannya, yakni para wasit dan pelatih. Wasit punya banyak jam terbang memimpin sehingga dari Kompetisi kelompok umur/usia muda ini akan muncul wasit-wasit yang baik untuk Liga profesional. Begitu juga dengan pelatih. Akan muncul pelatih yang berpengalaman bukan pelatih yang karbitan yang terpilih hanya karena kedekatan dengan Pengurus.
6. Keterlibatan sponsor akan lebih solit karena ada kepastian produk mereka akan sukses dengan mensponsori kompetisi.
7. Pemborosan dana yang dilakukan selama ini dengan mengirim tim keluar negeri dapat ditekan, dan uang yang beredar hanya di dalam negeri. Ini juga berguna untuk ketahanan perekonomian nasional.

Untuk konsep Kompetisi ini sendiri sudah ada, dan terbuka untuk didiskusikan. Jika ada pencinta sepakbola yang peduli dengan sepakbola Indonesia masa depan, kita bisa memulainya, dan setelah 2 kali Olimpiade ke depan, kita sudah punya Timnas U23 yang bisa diandalkan yang pemainnya sudah ditempa selama lebih dari 8 tahun berkompetisi yang ketat.

Jika ini tidak berhasil juga, berarti Teori yang mengatakan bahwa Kompetisi adalah sistem pembinaan yang paling sempurna, patut dipertanyakan.

Dimintakan komentarnya untuk penyempurnaan konsep yang sedang dibangun.

Thanks All..
Selengkapnya...

Thursday, August 21, 2008

Testimoni Aktifasi Telkom Fleksi

Saya pengguna flexi dengan nomor 021 – 33330xxx (nomor agak cantik). Awalnya saya pergi tugas ke luar kota beberapa minggu. Saya bermaksud menggunakan Flexi Combo, dan mengaktifkannya di perjalanan ke Bandara Soekarno Hatta. Di tempat tujuan ternyata nomor flexi saya tidak bisa aktif. Ya sudahlah, karena saya masih punya nomor GSM atau CDMA yg lain yang tidak perlu ganti nomor kalau keluar kota. Di kota lain tersebut, saya tidak mengaktifkan ke Plasa Telkom setempat atau ke pusat layanan lain karena saya menilai hal ini menyusahkan saya.

Sekarang setelah saya kembali ke Jakarta ternyata tanpa disadari nomor nya sudah tidak aktif sejak tanggal 10 Agustus 2008 yang lalu. Saya bermaksud mengaktifkan kembali nomor tersebut. Saya coba hubungi layanan 147. Diinformasikan bahwa saya bisa mendatangi Plasa Telkom terdekat dan saya diinformasikan yang terdekat itu di Kebon Sirih Jakarta Pusat. Saya juga menanyakan berapa lama prosesnya. Petugas di 147 mengatakan itu tidak lama dan cukup membawa identitas diri dan nanti akan ada kartu baru.

Kebetulan hari Senin 18 Agustus 2008 saya ke Mal Kelapa Gading (MKG) dan mampir ke flexi centre (saya lupa namanya apa? Apakah Plaza Telkom atau apa?) yang ada di MKG. Ternyata informasi yang ada disana bahwa prosesnya 7 hari dengan biaya Rp. 85.000,- dan akan diganti kartu baru. Saya mengurungkan niat untuk melakukan aktifasi disana. dan saya telp lagi 147. Ternyata infonya masih sama dengan saya telpon sebelumnya yaitu aktifasinya tidak lama, malah bisa ditunggu.

Akhirnya saya ke Plasa Telkom di Kebon Sirih pada pagi hari sekitar jam 9.00 WIB. disana dilayani oleh petugas yang bernama Lala Sartika. Di sana saya serahkan KTP untuk difotocopy dan biayanya (hanya) Rp, 35.000,-. Ms. Lala menginformasikan bahwa aktifasinya 7 hari.. (Wek, kok beda dengan info di Call Centre 147). Saya tanya setelah ini prosesnya apa? Ms. Lala mengatakan bahwa Saya diminta menunggu saja sambil diaktifkan. waktu saya tanya apakah perlu ganti kartu? Ms Lala mengatakan apakah saya masih pegang kartunya? Saya jawab masih. Ms Lala bilang kalau kartu itu masih bisa dipakai.

Saya coba cek di website telkomflexi.com, tidak ada menu keluhan pelanggannya karena saya ingin mengadukannya. Akhirnya saya telpon lagi 147, ternyata di sistem belum ada informasi apa-apa tentang nomor saya?

Dari kejadian diatas, ada beberapa catatan :
1. Untuk perusahaan yang telah lama bermain dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia, ada perbedaan informasi dari petugas call center dengan petugas dilapangan.
2. Tidak ada standar yang jelas untuk pelayanan aktifasi kartu flexi.
3. Proses ini sangat ketinggalan dibanding profider lain, dimana kalau profider lain cukup membayar ganti kartu, dan beberapa jam kemudian kartu itu bisa aktif kembali.
4. Apakah sedemikian rumitnya proses aktifasi di era serba digital ini?
5. Sepertinya Telkom belum meninggalkan budaya birokrasi pemerintah yang jelek menjadi budaya kepuasan konsumen. Seakan-akan Telkom masih menjadi pemain tunggal dalam bisnis telekomunikasi retail.
Selengkapnya...

Tuesday, August 19, 2008

Laksamana Cheng Ho - ep. 1

Menonton secara penuh Episode Pertama Laksamana Cheng Ho, Malam Minggu, 16 Agustus 2008 yang lalu ada beberapa hal yang bisa diappresiasi. Hal-hal tersebut antara lain:

1. Penggambaran untuk proses kebiriannya terlalu lama. Sehingga menghabiskan waktu. Proses pengkebirian itu juga tidak terlalu penting untuk digambarkan terlalu detail.

2. Pengambilan shootnya yang sangat “pintar” dimana pada saat dialog yang akan menyulitkan dalam proses dubbing, angle kameranya tidak di close up dari depan, tapi di alihkan dari angle yg berbeda. Namun tidak mengurangi makna dan alur cerita yang dibangun. Salut untuk cara ini, dan bisa ditiru untuk dialog-dialog yang sulit oleh pemeran yang kurang berpengalaman.

3. Dalam tulisan pemeran Laksmana Cheng Ho, Yusril Ihza Mahendra dalam Blognya http://yusril.ihzamahendra.com, disebutkan bahwa Pangeran Ming Chui Ti merebut tahta karena marah, yang disebabkan oleh Kaisar Chu Yu Wen banyak melakukan kekejaman.

“Di Beijing Cheng Ho akhirnya menjadi penasehat Pangeran Ming Chui Ti yang suatu ketika menjadi sangat marah, karena ayahnya menunjuk cucunya –yakni putra dari pangeran pertama yang wafat — menjadi kaisar. Ming Chui Ti adalah pangeran kedua yang menurut tradisi China akan menjadi kaisar jika pangeran pertama meninggal lebih dahulu. Kaisar baru, Chu Yu Wen, yang masih muda, ternyata banyak melakukan kekejaman, yang membuat Pangeran Ming Chui Ti tambah marah, sehingga akhirnya dia memberontak melawan Kaisar.”

Tapi yang tertangkap dalam cerita Filmnya bahwa Pangeran Ming Chui Ti marah karena tidak dipilih oleh Kaisar untuk menggantikan menjadi Raja. Kesan yang muncul adalah Ming Chui Ti seorang yang sangat haus kekuasaan. Bukan seorang yang bijaksana dan arif.
Kemudian tidak tergambar sama sekali Kaisar Chu Yu Wen memerintah dengan kejam, yang menjadi alasan bagi Ming Chui Ti untuk memberontak. Padahal ini adalah bagian penting dari peran seorang Ma He, yang menjadi penasehat yang baik. Jika yang digambarkan seperti dalam film, maka Ma He adalah seorang penasehat pemberontak yang haus kekuasaan. Padahal jika lebih digambarkan sedikit pemerintahan Kaisar Chu Yu Wen yang kejam, dan atas itu Ma He menyarankan kepada Pangeran Ming Chui Ti untuk melawan, maka Ma He akan terlihat sebagai penasehat yang cerdas. Karena dalam penggambaran sebelumnya terlihat bagaimana Pangeran Ming Chui Ti sangat bijaksana dan sangat santun menerima tamu-tamu, sementara Ma He digambarkan sebagai orang yang gemar membaca.

Demikian beberapa catatan dalam Penayangan perdana Film Laksamana Cheng Ho di Metro TV.
Selengkapnya...

Monday, August 11, 2008

Dari FGD dan Workshop Hasil Penelitian Engendering Anti Corruption Movement:

Keterlibatan Perempuan Masih Sangat Kurang Dalam Gerakan Anti Korupsi

Hotel Quality Manado, Kemitraan.
Keterlibatan perempuan dalam gerakan anti korupsi, masih sangat kurang. Mungkin karena pelakunya kurang perempuan sehingga perempuan kurang perhatiannya ke isu korupsi. Padahal yang menjadi korban pada umumnya adalah perempuan. Hal ini terungkap dalam rangkuman hasil penelitian Engendering Anti Corruption Movement, yang disampaikan dalam Focus Group Discussion dan Workshop yang dilaksanakan di Hotel Quality Manado, Senin (11/8).

Sementara gerakan anti korupsi di Sulawesi Utara sendiri, belum menjadi isu sentral. Advokasi dilakukan sembari melakukan program inti yang belum berkaitan dengan isu korupsi. Advokasi anti korupsi belum bekerja secara menyeluruh dengan melibatkan elemen lain seperti perempuan dan penanganan masih bersifat parsial dengan melihat kasus per kasus saja. Selain itu advokasi gerakan anti korupsi berdasarkan order dari funding atau mitra dari nasional.

Lembaga gerakan anti korupsi juga belum sungguh-sungguh dialamatkan untuk mengurangi persoalan kemiskinan terutama perempuan. Pada sisi yang lain, isu gender belum menjadi fokus perhatian dari gerakan anti korupsi. Indikator untuk penerapan isu gender dalam lembaga maupun program lembaga belum diaplikasikan. Namun demikian, dalam wacara pemikiran sudah ada ide-ide yang mengarah pada hal tersebut.

Hetty A. Geru, mantan Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Pemprov Sulawesi Utara mengungkapkan dalam diskusi bahwa, gerakan anti korupsi memang belum mempunyai perspektif gender. ”Ini terbukti dengan berapa orang anggota KPK yang perempuan, kemudian di level Deputi juga ada berapa” ungkap Hetty.

Beberapa strategi juga diusulkan dalam Diskusi. Dari Sulut Corruption Watch mengusulkan, mendekati lembaga-lembaga perempuan bentukan pemerintah seperti PKK, Persatuan Istri DPRD, atau Dharma Wanita untuk paham dan mengerti dengan pengarusutamaan gender dalam anti korupsi. Arlina dari Tribun Sulut mengusulan perlu peningkatan kapasitas media dan jurnalis dalam isu ini, agar sosialisasi tentang isu ini menjadi tepat dan tidak bias.

Kegiatan yang berlangsung satu hari penuh ini diikuti oleh 26 orang dari target 25 orang peserta. Peserta ini berasal dari aktif perempuan, aktifis antikorupsi, anggota legislatif, aparat pemerintah dan akademisi.

Acara dibuka oleh Sekretaris Provinsi Sulawesi Utara yang diwakili oleh Asisten I Setdaprov Sulawesi Utara, Aroji Mongilong. Dalam sambutannya Asisten I mengatakan bahwa Pemda Sulut sudah pro gender. Hal ini terbukti dengan telah dikeluarkan Perda tentang Traffiking. Sementara untuk gerakan anti korupsi, Mongilong mengatakan bahwa perlu adanya panutan yang konsisten terhadap anti korupsi. Sebelum sambutan Asisten I, disampaikan lebih dahulu latar belakang kegiatan dan penelitian ini, yang disampaikan oleh Project Management Officer Dutch DEG Kemitraan, Ainul Ridha.

Setelah dibuka, diskusi langsung dibuka dengan pemaparan hasil diskusi dari peneliti yaitu Mudji Kartika Rahayu dan Lili Djenaan yang dilanjutkan dengan tanya jawab. Setelah istirahat siang, diskusi dibagi dua kelompok, satu dengan aktifis perempuan dan satu lagi dengan aktifis anti korupsi. Dalam diskusi kelompok dibahas kendala/hambatan, tantangan, peluang dan strategi kedepan dalam isu engendering anti korupsi. Yang kemudian di bahas di pleno.
Demikian Ainul Ridha dan Ratih K. Wahyuni melaporkan dari Hotel Quality Manado, Sulawesi Utara.
Selengkapnya...

Saturday, August 9, 2008

Mendambakan Pemimpin (Presiden) Muda

Lahirnya seorang presiden yang berusia muda (misalnya umur 40an) seperti Bung Karno dan Pak Harto yang mulai jadi presiden pada saat umur 40an, atau seperti contoh di negara-negara lain, seperti Bill Clinton, George W. Bush, Tony Blair, dll memang menjadi impian bagi (sebagian) rakyat Indonesia saat ini. Namun jangan pemimpin muda itu muncul tiba-tiba.

Seorang pemimpin muda itu haruslah muncul dari tempaan dan gemblengan yang ketat di komunitas-komunitas yang ada. Hadirnya seorang pemimpin muda tidak semudah yang dibayangkan. Tidak cukup hanya kemauan penguasa partai politik. Tapi tertuju kepada sistem sosial, sistem pendidikan dan sistem pembinaan generasi yang komprehensif. Perlu waktu minimal 20 tahun untuk memunculkan orang muda untuk menjadi pemimpin yang benar-benar mampu dan diterima oleh waktu dan kondisi negara. Jika tidak, hanya akan muncul pemimpin muda yang kerdil, bonzai, mentah, dan instant, yang nanti akan membuat orang frustasi dengan pemimpin muda.

Sekarang, kapan kita mulai untuk memperbaiki sistem regenerasi kita? Selengkapnya...

Friday, August 1, 2008

Izin Pertandingan Home Persija

Saya menyatakan simpatik atas kasus yang menimpa Persija Jakarta saat ini. Walaupun saya bukan pencinta Persija, bukan anggota The Jak, dan bukan orang Jakarta asli. Dan walaupun saya orang yang paling tidak setuju 1.000% dengan Liga Super, namun untuk kasus ini, perlu memberi pelajaran kepada pihak-pihak lain, untuk melihat kasus Persija ini secara jernih. Persija harus bisa menggunakan Gelora Bung Karno (GBK) sebagai Home Basenya untuk Liga Super 2008-2009.

Untuk "melawan" kondisi ini, The Jak atau Persija harus melakukan langkah-langkah taktis. Ada beberapa usulan yang perlu dibangun adala :

1. Membangun opini media.
Persija perlu mengundang media yang bersuara keras namun elegan untuk diajak diskusi tentang permasalahan yang ada. Tapi sebelumnya perlu kajian dulu untuk memperkuat alasan-alasan yang ingin dijadikan opini. Selama ini yang ada hanya komentar-komentar baik dari pengurus maupun komentator.

2. Melakukan pembangkangan secara halus, yaitu mengancam mengundurkan diri.
Jika tidak dibolehkan untuk menjadi tuan rumah di rumah sendiri, apa artinya kompetisi ini. Barangkali lebih baik mengambil home base di Singapura saja sekalian.

3. Membuat kajian-kajian strategis
perlu diperkuat alibi bahwa, kerusuhan yang pernah terjadi itu karena pertandingan yang bukan dilaksanakan oleh Persija, artinya Persija menjadi tamu. Sebagai contoh waktu kasus melawan Persipura dalam musim lalu, yang jadi Tuan Rumah adalah BLI, Persija hanya menjadi tamu, Jadi Persija tidak bisa disalahkan. Makanya disini perlu dibikin kajian dan data bagaimana kalau Persija dan The Jak yang menjadi tuan rumah? apakah ada kerusuhan?

Terkait juga dengan kasus Persipura perlu juga dicari dalilnya bahwa kerusuhan itu terjadi karena desain pertandingan yang dibuat oleh BLI dan PSSI sendiri, dimana pertandingan itu adalah pertandingan hidup mati yang harus ada pemenang, sementara yang kalah terkubur peluangnya. Sementara untuk kali ini, Persija menggunakan Home Base untuk Kompetisi, dimana persoalan kalah dan menang tidak menjadi terkubur peluangnya.

Kemudian, yang perlu digemborkan adalah ketidakbecusan BLI menyusun Jadwal. Untuk Jakarta yang menggunakan GBK diadakan pertandingan pada hari kerja. Dengan jadwal ini dipastikan akan ada keributan atau puncak keramaian. Karena sekitar GBK itu banyak gedung-gedung kantor. Hal ini juga harus menjadi bagian dari Advokasi Persija dan The Jak. Kenapa BLI tidak membuat jadwal untuk Persija bertanding di GBK pada hari Minggu atau hari libur. Ini berbeda jika PSMS Medan yang bertanding di GBK.

Yang terakhir adalah The Jak, Panpel Persija perlu membuat Standar Operasional dan Prosedur (SOP) internal sendiri tentang pengamanan. The Jak dan Persija harus punya petugas keamanan sendiri, yang dibantu oleh kepolisian. Hasil SOP keamanan itu di koordinasikan dengan aparat keamanan dan dilaksanakan bersama. Dan dengan SOP ini, bisa dilihat siapa yang bertanggungjawab jika ada kerusuhan atau kejadian yang tidak diinginkan

Dengan SOP peran The Jak untuk pengamanan lebih besar sehingga mereka lebih bertanggung jawab terhadap timnya yang didukungnya. Mereka tidak lagi dijadikan sebagai objek pengamanan namun juga menjadi subjek dari keamanan itu sendiri.

Dari kasus ini kita dapat melihat, bahwa BLI, PSSI atau kita sendiri belum siap untuk berkompetisi. Untuk itu, Persija dan The Jak membuat tim advokasi untuk menyelesaikan masalah ini. Ini lebih taktis dan strategis dari pada perang opini di media yang tidak akan selesai. Selengkapnya...

 
© 2008 free template by kangrohman modification by agungwasono