Monday, June 15, 2009

BEBERAPA CATATAN TENTANG FILM KCB


Berikut ini, aku mencoba menuliskan beberapa catatan tentang sebuah film yang sedang tayang di Bioskop-bioskop tanah air. Catatan ini bukan dimaksudkan untuk menggiring orang, namun hanya sebagai catatan apa yang aku tau dan apa yang aku rasakan terhadap Film ini. Dan saat tulisan ini ditulis, aku belum menonton film ini. Catatan ini pernah didiskusikan di wall (dinding) facebuk Can Yunazar tanggal 13 Juni 2009, terima kasih Can untuk wallnya.

Catatannya adalah sebagai berikut. :
1. Promosinya sudah terlalu lama. Semenjak diadakannya audisi besar-besaran terhadap calon pemeran film ini. Karena terlalu lama, sehingga bisa sampai pada titik jenuh. Dalam prinsip marketing, promosi yang dilakukan mencapai klimaks pada saat produksi belum mencapai puncaknya yaitu saat penayangan. Akhirnya dikhawatirkan hasilnya menjadi prematur dan antiklimaks. Sangat disayangkan kalau ini terjadi.

2. Ada kesan produksi film KCB ini didasari oleh ketidakpuasan kepada besarnya untung yang diperoleh oleh Produser Ayat-ayat Cinta (AAC), sehingga KCB diproduksi. Demikian juga karena ketidakpuasan terhadap bintang AAC, dengan berbagai alasan. Sehingga diadakanlah kegiatan audisi yang besar-besaran. Ada prinsip profesionalitas yang terabaikan, bahwa segala sesuatu itu diserahkan kepada yang menguasai hal itu. Dan lagi, setiap orang itu punya rezeki masing-masing. Artinya ada rezeki orang lain yang tergantung ke cerita itu.

3. Mengapa harus mengagungkan Mesir? Untuk apa menghabiskan devisi kita untuk memproduksi di Mesir. Seperti diketahui, biaya produksi di Mesir itu sangat besar. Pengalaman yang didapat waktu produksi AAC, menyatakan bahwa biaya produksi di Mesir sangat besar. Ini tidak sejalan dengan kondisi negara kita yang sedang menggalakkan produksi dalam negeri dan menghindari capital flight. Dalam dunia sinematografi, yang penting itu adalah penggambaran bukan lokasi yang riil. Kalau konsepnya seperti KCB, berarti Arnold Schwarzineger harus pergi ke Mars untuk membuat Total Recall. Rekayasa penggambaran yang sempurna dalam menterjemahkan sebuah cerita adalah sebuah Seni tersendiri dalam Sinematografi.

4. Apakah tidak ada lagi lokasi yang eksotis di Indonesia untuk produksi Film. Kalau tentang cerita, apapun bisa dibuat. Di saat orang lain sangat mengagumi keindahan alam kita dan berlomba-lomba untuk melakukan shooting di negara kita, kenapa kita malah mencarinya keluar.

5. Cerita sebuah film dapat dibuat beragam-ragam, tapi tidak terikat dengan lokasi. Jika mengambil tema dan alur yang sama dengan KCB sekarang, itu bisa ganti settingnya dengan setting UIN mungkin tidak perlu Al Azhar, kalau yang dikejar itu adalah ceritanya. Sebagaimana banyak film hollywood yang ceritanya diambil oleh Bollywood.

6. Film bukan media Dokumenter, tapi kekuatannya di cerita. Jadi persoalan lokasi itu tidak terlalu penting. Tapi karena dibuat di luarnegeri, tidak sejalan dengan issu nasionalisme yang sedang berkembang.

7. Film itu adalah bahasa gambar. Kalau bahasa Dokumenter adalah bahasa realita. Kalau logika seperti ini yang dipakai, mungkin Kota New York itu sudah hancur lebur oleh Kingkong. Dalam sinematografi itu yang penting adalah penggambaran terhadap cerita itu logis dan masuk akal, karena yang kita lihat hanyalah visual dua dimensi. Ini yang diabaikan dan sangat dipaksakan.
Kekuatan AAC adalah bagaimana perjuangan pembuat filmnya untuk menterjemahkan ceritanya sehingga orang menjadi tertarik untuk menonton. Bagaimana orang ingin melihat seperti apa Nil yang dicoba untuk ditampilkan yang sebenarnya orang tau itu bukan Nil. Proses bagaimana pencarian ide agar sesuai dengan bentuk aslinya ini, merupakan sebuah nilai plus dalam proses marketing sebuah film. Bagaimana Hanung Bramantyo (HB) menyulap sebuah gerbong yang bergerak, padahal itu digoyang beramai-ramai oleh kru.

8. Ada perbedaan antara sinematografi dengan seni prosa (tulisan/karangan). Sehingga antara pengungkapan cerita melalui bahasa audio visual dengan bahasa prosa itu sangat berbeda. Kita melihat bagaimana Andrea Hirata (AH) begitu terkagum melihat penterjemahan novel dia ke dalam bahasa gambar oleh Tim Miles. Dan AH tidak campurtangan dalam penulisan skenario. Tapi apa yang kita lihat dalam KCB. Ketika AAC, jelas sekali Habiburrahman el Shirazy (HeS) penulis AAC, tidak puas dengan terjemahan ke dalam Film oleh Hanung Bramantyo (HB) dkk. HeS ingin Copy Paste dari cerita novelnya ke dalam Film. Sementara HB berusaha menyesuaikan cerita ke dlm Film dgn prinsip sinematrografi. Sehingga ketika proses KCB, peran HeS sangat dominan untuk mengintervensi proses penulisan cerita film, padahal HeS ini bukan orang film tapi penulis novel. Hal inilah yang membuat aku juga menjadi underestimate terhadap film ini.


Setelah mendengar cerita dari teman-teman yang sudah menonton maka didapat beberapa catatan lagi:

9. Film ini sepertinya bermasalah dalam sinematografi. HeS sepertinya memaksakan pola Novel ke dalam pola film apalagi Film Layar Lebar. Ada perbedaan mendasar antara film layar dengan film layar kaca atau film berseri.
Film layar kaca atau yang lebih dikenal dengan FTV, disini fokusnya lebih kepada jalan cerita. alurnya cepat, karena perilaku orang nonton televisi sangat bebas. Untuk mengikat penonton maka harus diiringi dengan jalan cerita yang ketat. Kalau film berseri, memang orang akan digiring untuk penasaran. Sehingga orang mempunyai keinginan lagi untuk nonton berikutnya. Ini lah sinetron. motivasinya adalah bisnis. Sementara layar lebar, orang mengharapkan sebuah tontonan yang tuntas. Artinya dalam satu kali nonton bioskop itu, org disuguhi sebuah cerita yg tuntas. Untuk kasus KCB, ini layaknya sinetron di layar lebar. Memang banyak film layar lebar yang bersambung, tapi masing-masing filmnya menyuguhkan cerita yg tuntas, sebut saja Harry Potter, Terminator, Lord of Ring. Jadi, dalam film layar lebar, satu permasalahan yang ditampilkan itu harus tuntas, agar orang keluar dari bioskop itu benar-benar terpuaskan. Sifat penonton layar lebar adalah penonton aktif, dimana mereka dengan kesadaran sendiri datang untuk menyaksikan suguhan yang menghibur.Ini akan menjadi kekecewaan ketika orang keluar dari bioskop dengan menggerutu karena ada kata-kata to be continue...

Dalam kasus KCB, terlihat kesan bahwa ada pihak yg ingin mencoba menangguk keuntungan besar. Padahal belum tentu akan untung. Hanya melihat keuntungan besar dari AAC dan LP, maka seakan-akan akan bisa menarik keuntungan dari KCB dan dengan KCB 2.

Aku memberikan apresiasi yang tinggi kepada HeS sebagai seorang yang telah menghasilkan karya-karya besar dalam bidang penulisan karya sastra di tanah air saat ini, khususnya sastra yang islami. Tapi, sebaiknya HeS jgn mencampuri soal sinematografi. Berikanlah itu kepada ahlinya sehingga hasilnya memang layak secara sinematografi. Apa yang dilakukan Hanung adalah sangat fantasis dalam hal sinematografi. Bagaimana caranya HB berusaha menterjemahkan isi AAC. Dan hasilnya dapat kita lihat bagaimana respon masyarakat terhadap AAC.

Catatan ini bukanlah sebuah kebencian terhadap KCB. Ini adalah Mega Film. Karena ini mega film, makanya harus ada kritik, agar karya besar tidak menjadi mubazir. Kritik itu harus dijawab dengan hasil karya yang bagus & lebih sempurna, agar karya itu betul-betul sempurna. Malah, kritik itu harus sudah dimulai dari munculnya ide cerita. Inilah yang dilakukan oleh Miles dkk. Dimana dalam proses penulisan kritik & diskusi untuk perbaikan itu sudah sangat dominan, bahkan sampai tahap post produksi.

Tentang adil atau tidak kritik yang ditujukan, mengingat filmnya baru ditayangkan di bioskop, ketika sebuah karya diumumkan ke publik, saat itulah karya itu terbuka untuk dikritik. Kalau tidak mau dikritik, ya tidak usah dimunculkan ke publik. Simpan saja lah di harddisk atau di museum. Soal etis atau tidak, kritik yang di sampaikan Insya Allah mengemukakan alasan-alasan, dan bukan kritik dengan makian. Dan kritik aku juga terbuka untuk di kritik lagi.

Prinsip diskusi bermanfaat adalah diskusi dengan moderat dan dilandasi oleh semangat kesetaraan, dan yang paling penting adalah saling tukar menukar informasi. Untuk itu, catatan-catatan diatas sangat terbuka untuk didiskusikan.

Bagi yang sudah menonton mudah-mudahan bisa jadi bahan perbandingan. Bagi yang belum menonton, silahkan menontonnya untuk pembuktian. Aku tidak dalam posisi untuk menganjurkan atau menghalangi untuk menonton film ini. Andalah yang menentukan apakah mau menonton sebuah film atau tidak.
Sekali lagi, selamat atas penayangan KCB di bioskop-bioskop. Semoga menambah panjang daftar film-film yang bagus di tanah air. Mohon maaf kalau ada yang tersinggung dan kata-katanya kurang berkenan.
Selengkapnya...

Tuesday, May 26, 2009

detikcom : Olimpiade China Bawa Untung Besar bagi Perusahaan China

title : Olimpiade China Bawa Untung Besar bagi Perusahaan China
summary : Majalah Forbes merilis daftar baru perusahaan-perusahaan terbaik di Asia dengan nilai penjualan di bawah US$ 1 miliar. Perusahaan-perusahaan asal China dan Hong Kong terus merajai daftar. (read more) Selengkapnya...

 
© 2008 free template by kangrohman modification by agungwasono